Darul Falah – Sekilas sejarah peringatan hari santri menjadi pengingat tentang sikap tanggap tokoh NU terhadap kondisi NKRI. Catatan sejarah secara jelas menunjukkan bahwa hampir semua perjuangan bangsa selalu ditandai oleh keterlibatan penting kaum santri dan pesantren. Masyarakat santri, baik yang berbasis pesantren maupun komunitas, menjadi salah satu tulang punggung perlawanan terhadap penjajah. Hubbul wathon minal-iman, menjadi kesadaran berbangsa dan bernegara di pesantren terbukti mampu menggerakkan kekuatan rakyat melawan penjajah. 

Para santri dahulu berjuang dengan mengangkat senjata demi memetik cita-cita merdeka dari penindasan penjajah. Sebab, penjajahan membuat diri masyarakat terancam, sukar melaksanakan keagamaan. Harta pun dijarah, hingga martabat pun dioyak-oyak. Tak ayal, memerangi mereka yang telah berbuat demikian adalah suatu kewajiban bagi setiap individu. Hal itu juga merupakan sikap patriotik santri. Mereka rela meninggalkan pengajiannya jika perang sudah diperintahkan oleh sang kiai. Namun, hari ini di tengah bangsa yang sudah merdeka, tentu bentuk patriotisme bukan (saja) dengan mengangkat senjata. Kontribusi kita melalui pengetahuan dan tenaga demi kemajuan dan kemakmuran bangsa dapat menjadi bagian dari sikap patriotik.

Santri yang dididik di pesantren bukan hanya diajarkan pengetahuan semata, namun juga pendidikan karakter yang kuat. Pendidikan karakter inilah yang membentuk akhlakul karimah yang melekat dalam diri santri. Begitu pula yang diharapkan bagi santri yang mengikuti pendidikan di MTs Darul Falah dan Pondok Pesantren Darul Falah Bendiljati Sumbergempol. Santri di sana mendapatkan akses belajar agama dan belajar ilmu umum. Dengan begitu, anak mendapatkan bimbingan agar beramal ilmiah dan berilmu amaliyah.

Para santri diajarkan untuk berinteraksi sosial dengan sesama anak bangsa dari berbagai daerah, kultur, dan ekonomi, yang beragam. Santri juga dididik untuk melahirkan kebanggaan diri sebagai bangsa, memiliki tradisinya sendiri. Mereka memiliki tuntutan percaya diri terhadap struktur pengetahuan yang dimiliki.  Sesungguhnya ilmu yang diajarkan di pesantren selalu berorientasi untuk memahami dan menjawab problem-problem kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Santri dan pesantren merupakan perpaduan yang apik untuk mewujudkan generasi emas Indonesia, ujung tombak resolusi jihad masa kini. Generasi emas Indonesia yang tangguh kini bukan hanya tampak pada sudut pandang fisik, seperti pada masa lalu. Melainkan juga dapat tampak dalam pemikiran, prinsip, dan sikap. Jihadnya dapat ditunjukkan melalui proses belajar. Dengan segenap upaya, penguatan-penguatan karakter di pesantren diharapkan dapat membentuk santri menjadi generasi siaga jiwa dan raga. (zl)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat